Selasa, 04 Oktober 2011

Wawancara dengan ex Kolonel Zulkifli Lubis

         Pada Agustus 1989 bersama kerabat saya, Teguh Esha, kami  ke Palembang dan menginap di rumah saudara sepupu saya, kak Faizi. Di sebelah rumahnya, tinggal Peltu (purn) Hamid Chon, yang pada waktu revolusi berjuang mempertahankan kemerdekaan, berada di Yogyakarta dan menjadi Staf Kolonel Zulkifli Lubis. 
         Pada awal revolusi 45, Kolonel Zulkifli Lubis membentuk sekaligus sebagai Komandan Badan Rahasia Negara Indonesia (BERANI),  badan intelijen yang dapat dikatakan sebagai badan intelijen yang pertama dalam struktur Tentara Nasional Indonesia, karenanya beliau dijuluki  sebagai “Bapak Intelijen  Indonesia”.                                                                   
         Zulkifli Lubis dilahirkan pada 26 Desember 1923 di Banda Aceh yang dulu disebut Kutaraja. Mengikuti pendidikan intelijen pada awal 1943 di Seinan Dojo, yang berada di bawah Markas Besar Intelijen Jepang. Pada pertengahan 1944, Zulkifli ke Malaya bersama komandan Seinan Daijo. Ketika pemberontakan PETA di Blitar Februari 1945, Zulkfli Lubis yang pada waktu mengikuti pendidikan PETA di Bogor satu kamar dengan Suprijadi, sempat dipanggil berkali-kali oleh Kampetai. Selanjutnya Zulkifli ke Singapore naik pesawat pemburu menemui perwira Jepang Mayor Ogi. Melalui dia Jepang berhasil mengusai Vietnam tanpa melalu perang. Tentara Kolonial Perancis menyerah melalui Psywar. Bersama Mayor Ogi, mereka melapor kepada komandan tentara Jepang untuk wilayah Asia Tenggara di Singapore. Disitu Zukifli diperkenalkan dengan Fujiwara Kikan (Badan Rahasia Jepang untuk Asia Tenggara). Pengalamannya dalam bidang intelijen pada waktu pendudukan Jepang, sangat berguna pada waktu membentuk intelijen di awal pembentukan tentara pasca kemerdekaan.
         Selesai Agresi militer Belanda ke II, Zulkifli dipindahkan ke Kementrian Pertahanan menjadi kepala Intelijen Kementrian pertahanan. Badan ini berada di bawah Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono  IX dan Kepala Staf Kolonel T.B. Simatupang. Yoga Sugomo dan Sutopo Yuwono yang kemudian menjadi Kepala Badan Koordinasi Intelijen (KaBakin) ikut bersama Pak Zulkifli di badan itu, dan dapat dikatakan sebagai anak didik Pak Zulkifli. Pada Waktu peristiwa 17 Oktober 1952, tentara datang ke istana menuntut “bubarkan DPR” dimana Mayor Kemal Idris menghadapkan moncong meriam ke istana. Pak Zulkifli yang loyal pada Bung Karno menyusupkan orang-orangnya hingga yel-yel yang dilontarkan bukan “bubarkan DPR” tapi berubah menjadi “hidup Bung Karno”. Peristiwa ini membuat dua petinggi militer dari Mandailing (Nasution dan Lubis) mulai renggang. Setelah peristiwa 17 Oktober 1952 Nasution di copot sebagai KSAD digantikan oleh Kolonel Bambang Sugeng kemudian Kolonel Bambang Utoyo. Petinggi Markas Besar Angkatan Darat kurang bisa menerima dua orang itu sebagai KSAD hingga akhirnya pada 1956 Nasution kembali diangkat sebagai  KSAD.                                                                                 
          Pada 1957, kolonel-kolonel di luar Jawa yang menjadi Panglima Divisi menghendaki Nasution mundur dari jabatan KSAD yang kemudian di kenal sebagai “gerakan daerah”. Dalam situasi yang tidak kondusif, terjadi penggranatan kepada presiden Sukarno oleh Ismail, mahasiswa Sumbawa. Sebagai WaKasad yang lama berkecimpung dibidang intelijen, Zulkili tentu kenal dengan gerakan bawah tanah yang dilakukan oleh Islam garis keras termasuk Ismail yang kemudian diadili dan dihukum mati. Akibat lanjutan menimpa Zulkifli, ia dituduh ikut berkonspirasi dalam  gerakan bawah tanah di peristiwa Cikini. Menghindari penangkapan  Zulkifli pergi ke Palembang dan terus ke Padang bergabung dengan Letnan Kolonel Ahmad Husein dari dewan Banteng, Kolonel Mauludin Simbolon dari dewan Gajah dan Letnan Kolonel Vance Samuel dari dewan Mahuni, juga pemimpin politik seperti Muhammad Natsir, Syafrudin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, Sumitro Joyohadikusumo. Di PRRI Zulkifli duduk sebagai koordinator militer yang sebetulnya lebih banyak di bidang koordinasi dan informasi,  bukan merupakan komando militer.

Setelah pemberontakan PRRI ditumpas oleh Nasution, di umumkan amnesti dan abolisi oleh presiden Sukarno. Zulkifli termasuk yang terakhir turun. Bersama Simbolon, Nawawi, A Husein,  Zulkifli tetap saja ditahan dan baru dibebaskan setelah Orde Baru memerintah. Setelah bebas ia tinggal di Bogor (1989). Ada satu falsafah Pak Zulkifli yang patut juga kita renungkan yakni; “Pekerjaan paling berat adalah menjadi orang minta-minta karena telah melakukan pekerjaan dengan tingkat kesabaran yang sangat tinggi. Fitrah manusia sesungguhnya bukan untuk meminta-minta.” Atas fasilitasi  dari Mang Hamid Chon yang membuat surat untuk  Pak Zulkifli Lubis, saya berkesempatan bertemu dan minta keterangan tentang bapak pada beliau. Berikut surat Mang Hamid Chon untuk Pak Zulkifli.

Palembang 4 Agustus l989

Pak Lubis yang budiman,

Saya dan keluarga dalam keadaan sehat, semoga Pak Lubis dan keluarga demikian pula. Alhamdulillah.
Bersama ini saya mengantarkan sdr. Noor Johan Nuh, keponakan saya, anak dari Kolonel Muhammad Nuh almarhum. Ia bermaksud mencari kelengkapan keterangan mengenai ayahnya almarhum. Saya gembira jika Pak Lubis bisa membantunya, karena Pak Lubis sebagai “Bapak Intelijen” di masa perjuangan dahulu cukup mengetahui pribadi dan peran Kolonel Muhammad Nuh almarhum.
Demikianlah semoga Pak Lubis maklum. Terimakasih, dan saya menyampaikan salam saya serta keluarga kepada Pak Lubis dan keluarga.

Hormat kami
Dto
(Hamid Chon)

         Dengan berbekal  surat pengantar dari Mang Hamid Chon, saya dan Teguh Esha mendatangi Kantor Kolonel (pur) Zulkifli Lubis di Case  Building, jalan Gatot Subroto, Jakarta, Sabtu 16 September 1989.                                                                                                                    
        Setelah membaca surat Hamid Chon, Pak Zulkifli memandang  tajam kami berdua dengan mimik muka sedikit curiga dan dingin layaknya seorang intel yang cenderung mewaspadai setiap orang, dan bertanya, “kalian siapa?”. Masing-masing kami memperkenalkan diri. Setelah berbasa-basi dia mempersilahkan kami duduk di dua kursi yang ada di depan mejanya dan saya mulai bertanya.

Noor Johan Nuh (NJN): Saya sedang coba menyusun riwayat hidup bapak saya Kolonel Muhammad Nuh almarhum. Di Palembang saya bertemu dengan Pamanda Hamid Chon, staf Pak Zulkifli di Yogya. Hamid Chon  mengatakan bahwa dia bertemu dengan Muhammad Nuh pada waktu Muhammad Nuh sebagai Opsir Penghubung Panglima Besar dengan Panglima Komandemen Sumatera berkedudukan di Yogyakarta. Selanjutnya Hamid Chon mengatakan bahwa dia pada waktu itu bekerja di staf Intel Markas Besar Tentara. Sebagai staf dia tidak mengetahui dengan persis tugas Muhammad Nuh di Yogyakarta pada waktu itu, karenanya dia menyarankan saya untuk menemui komandannya pada waktu itu, Pak Zulkifli. Untuk itu dia membuatkan surat yang tadi pak Zulkifli baca.

Zulkifli Lubis (ZL): Memang benar Bapak Hamid Chon adalah staf saya di Markas Besar Tentara Yogyakarta. Saya masih ingat  Kolonel Muhammad Nuh beberapa kali menemui Hamid Chon di kantor saya dan menitipkan Hamid Chon pada saya karena mereka satu daerah (Palembang). Sampai sekarang saya masih menjalin silaturahim dengan  semua anak buah termasuk Pak Hamid Chon.

NJN: Apa yang Pak Zulkifli ketahui tentang peran almarhum bapak saya pada waktu di Yogya?

ZL: Saya kenal Kolonel Muhammad Nuh sekitar tahun 1947  di Yogyakarta. Pada waktu itu saya menjabat sebagai Komandan Intel Markas Besar Tentara di Yogyakarta – waktu itu bernama “Badan Rahasia Negara Indonesia” disingkat BRANI, sedang Kolonel Muhammad Nuh sebagai Opsir Penghubung Penghubung Panglima Besar dengan Panglima Komandemen Sumatera.  Sebelum itu, ketika saya kembali ke Indonesia setelah mengikuti pendidikan intelijen di Singapore, pada awal revolusi, saya singgah   di Palembang dan bertemu antara lain dengan Muhammad Nuh dan A.K. Gani. Disitulah pertemuan saya pertama dengan Kolonel Muhammad Nuh. Mereka menyarankan agar saya secepatnya ke Yogyakarta untuk menemui Pak Oerip yang pada 5 Oktober 1945 telah diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Staf Markas Besar Tentara Keamanan Rakyat, tenaga saya dibutuhkan disana dan A.K. Gani yang menfasilitasi keberangkatan saya ke Yogya.

NJN: Sebagai Staf Panglima Besar Jenderal Soedirman, penugasan apa yang pernah diberikan kepada bapak berdua?

ZL: Kami sama-sama tinggal di hotel Merdeka, Yogyakarta. Tidak pernah mendapat penugasan yang sama, karena itu saya kurang mengenal kepribadiannya secara detail. Pada waktu Yogyakarta menjadi Ibu Kota Perjuangan, beberapa orang kolonel tinggal  di hotel Merdeka, bisa dimaklumi karena kondisi pada waktu itu dalam keadaan darurat.

NJN: Apa lagi yang Pak Zulkifli dapat ceritakan tentang bapak saya?

ZL: Yang saya ingat tentang Kolonel Muhammad Nuh antara lain; Orangnya baik tapi cenderung pendiam, bicaranya tegas dan tidak bertele-tele. Juga adahal yang saya ingat tentang Kolonel Muhammad Nuh yaitu mengenai seragam yang dia pakai. Kami para perwira yang menjadi Staf Panglima Besar Jenderal Soedirman, termasuk Kolonel Nasution yang pada waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Jawa memakai seragam yang bahannya terbuat dari bahan drill, sedang Kolonel Muhammad Nuh memakai seragam yang terbuat dari woll, ini mungkin karena dia perwira dari Sumatera yang relatif hubungan dengan Singapore masih terbuka.

NJN: Kapan Pak Zulkifli terakhir bertemu dengan bapak?

ZL: Kalau tidak salah ingat terakhir bertemu dengan Muhammad Nuh pada awal tahun lima puluhan. Saya masih aktif di militer dan beliau sendiri menjadi anggota Parlemen.

NJN: Apakah bapak saya  hadir pada rapat di Sungai Dareh?

ZL: Beliau tidak hadir walau saya tahu dia menjadi penasehat Kolonel Barlian. Saya tidak mau membicarakan hal itu lebih lanjut. Maaf saya tidak bisa berikan keterangan lebih rinci, saya sarankan ananda menemui Kolonel Simbolon dan M Thalib, alamatnya ada pada saya.

         Kolonel Zulkifli Lubis melihat jam di tangannya, kami memaklumi maksudnya dan minta diri dengan tak lupa mengucapkan terimakasih. Sebelumnya ia berikan alamat Kolonel Simbolon dan M. Thalib. Hubungan silaturahim antara saya dan Pak Zulkifli Lubis terus terjalin hingga beliau wafat.                                                                
         Beberapa bulan kemudian saya ke Palembang dan singgah ke rumah Mang Hamid Chon, diberitahukan bahwa Pak Zulkifli membalas surat pamanda Hamid Chon yang kami sampaikan ke Pak Zulkifli. Berikut isi surat pak Zulkifli untuk Mang Hamid Chon.

Kepada                                                                
                       Jakarta, 21 September 1989
Sdr. Hamid Chon
Di
Palembang

Dengan baik,
Surat Sdr. Hamid sudah saya terima, pada 16 September 1989 hari Sabtu, yang dibawa melalui Sdr. Noor Johan Nuh.

Tentang keterangan Orang Tuanya, almarhum Kolonel Muhammad Nuh, saya tiada mampu memberikan secara terperinci – almarhum, Beliau memang saya kenal, tapi tiada pernah mengikuti langkah riwayatnya, karena tiada masalah yang berhubungan dengan beliau – karenanya, saya anjurkan untuk bertemu saja dengan Sdr. M. Thalib, ex Kepala Bagian I di Palembang pada saat itu (alamat dan no. telp Sdr. Thalib, sudah kita beritahukan juga).

Demikianlah, sekedar keterangan ini dan moga Sdr. Hamid Chon dengan keluarga, serta sekalian teman-teman dalam sehat selalu hendaknya. Amien.

                                                   
Wabillahi Taufik Wal Hidayah
W a s s a l a m
                                                                                                   Dto                                                H. Zulkifli Lubis

4 komentar:

  1. Pak Lubis
    Pahlawan tanpa gembar-gembor
    Pelindung kepentingan rakyat tanpa pamrih
    Semoga Allah membalas jasa beliau dan menempatkan beliau di sisi Nya
    Amiin

    Cecep MH
    Salah seorang pengagum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Pak Cecep,Aamiin untuk do'a-nya.

      Salam

      Hapus
  2. Koloner Zulkifli Lubis menjadi contoh bagi generasi sekarang

    BalasHapus
  3. http://www.belajarbahasaasing.com/2016/10/kalimat-tanya-les-phrases.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/11/keluarga-la-famille-dalam-bahasa.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/10/kalimat-perintah-imparatif-dalam-bahasa.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/09/kata-kerja-verb-dalam-bahasa-perancis.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/09/belajar-bahasa-portugis.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/12/di-restoran-au-restaurant-dalam-bahasa.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2016/10/perbandingan-la-comparaison-dalam.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2017/05/salam-dan-ungkapan-dalam-bahasa-swahili.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2017/05/nomina-berakhiran-ion-dalam-bahasa.html
    http://www.belajarbahasaasing.com/2017/05/bilanganangka-dalam-bahasa-azeri.html

    BalasHapus