Sabtu, 01 Oktober 2011

6. Riwayat Hidup Singkat Muhammad Nuh

Riwayat Hidup Singkat
 
Muhammad Nuh


         Muhammad Nuh, dilahirkan di dusun Merapi, Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan pada 16 Agustus 1916. Anak pertama dari enam bersaudara dari perkawinan Mansyur dan Cikyah. Lima adiknya adalah, Bakri, Ida, Hamidah, Zawiyah dan Baharuddin. Perkawinan dengan ibunda Yahning Zahir melahirkan 11 anak mulai dari yang tertua; Anna, Ottoman , Sabariah Asmarani, Zainah Atun, Gatot Amax, Bahtiar Agus Jaya, Noor Johan, Nur Janah, Zaelani, Antonny Noersyiwan Azis, Benyamin Buyung.
         Menamatkan Sekolah Rakyat di dusun Merapi, HIS di Muara Enim dan MULO Adv B di Palembang.
         Setamat MULO di usia 17 tahun terpilih sebagai Pasirah (Kepala Marga) Merapi, menggantikan kakeknya Pangeran Bachtiar. Muhammad Nuh menjadi Pasirah (Kepala Marga) termuda di Sumatra sebelum perang dunia ke II, dan juga menjabat sebagai Pimpinan Pasirah Bond, yaitu organisasi seluruh Pasirah di Kresidenan Palembang, dan menjadi anggota Palembang Raad, suatu dewan penasehat untuk Residen Palembang. (Keterangan Mayor Jenderal Polisi Purnawirawan Ahmad Bastari)
         Tahun 1942: Bersama dengan M Simbolon, Hasan Kasim, Alamsyah Ratu Perwiranegara, Harun Sohar, Nurdin Panji, dan ratusan pemuda lainnya mengikuti pendidikan Gyugun di Pagar Alam (semacam PETA di pulau Jawa).
         Tahun 1945: Bersama dengan Barlian, Ali Jati, Karim, Mat Rabin, Maris, Umar Ibrahim, membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Lahat.
         6 Oktober 1945: Ditetapkan sebagai Kepala Staf Komandemen Sumatra oleh  Dr. A.K. Gani, selaku Koordinator/ Organisator Tentara se Sumatra.                                                                                                                    
         10 Nopember 1945: Sebagai wakil pemuda Sumatra Selatan (ketuanya Hasan Kasim), Muhammad Nuh bersama Harun Sohar menghadiri Konggres Pemuda seluruh Indonesia di Yogjakarta. Presiden Soekarno  dan Wakil Presiden Muhammad  Hatta hadir di konggres tersebut.
          12 Nopember 1945: Sebagai Kepala Staf Komandemen Sumatra, Kolonel Muhammad Nuh adalah  satu-satunya wakil Tentara dari Sumatra yang mengatas namakan 6 Divisi di Sumatra. Memberikan 6 suara atas nama 6 divisi di Sumatra kepada Kolonel Sudirman pada Konferensi Besar Tentara Keamanan Rakyat di Yogyakarta pada 12 Nopember 1945. Kolonel Soedirman terpilih menjadi Panglima Besar TKR dengan pangkat Jenderal pada pemilihan tersebut.
           27 Desember 1945: Dilantik sebagai Kepala Staf Komandemen Sumatra berkedudukan di Bukit Tinggi kemudian pindah ke Prapat. Sedang yang menjadi Panglima Komandemen Sumatra  Jenderal Mayor Soehardjo Hardjowardojo.
          10 Januari 1947 sampai Maret 1947: Setelah Pertempuran 5 hari di Palembang (1 januari s/d 5 Januari 1947). Sub Komandemen Sumatra Selatan diganti menjadi DIVISI VIII GARUDA yang meliputi teritorial daerah Lampung, Sumsel, Bengkulu, Jambi dan Bangka-Belitung. Kolonel Muhammad Nuh menjabat sebagai Panglima DIVISI VIII GARUDA sampai Maret 1947 lalu diganti oleh Kolonel Simbolon.
         Maret 1947: Di promosi ke Markas Besar Tentara di Yogyakarta sebagai Opsir Penghubung Panglima Besar dengan Panglima Komandemen  Sumatra.
         September 1947: Sebagai Opsir Penghubung Panglima Besar dengan Panglima Komandemen Sumatra, bersama Kolonel Halim Perdanakusuma dan Mayor Iswahyudi berangkat dari Yogyakarta ke Bukit Tinggi dengan pesawat Dakota, membawa perintah dan penjelasan dari Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Kepala Staf MBT Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo untuk Panglima Komandemen  Sumatra Jenderal Mayor Soehardjo Hardjowardojo.
        Desember 1947: Diperintahkan oleh Wakil Presiden Bung Hatta atas rekomendasi  Panglima Komanden Sumatra Jenderal Mayor Soehardjo Hardjowardojo, berangkat ke luar negri untuk mencari obat-obatan dan senjata bersama seorang Dokter dari Mesir yang sedang berada di Bukit Tinggi.
         Tahun 1950: Mengundurkan diri dari dinas militer.
         Tahun 1950 sampai dengan 1955: Menjadi anggota Parlemen sebagai Utusan Negara Sumatra Selatan. Setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada Agustus 1950, bergabung dengan fraksi Partai Sosialis Indonesia (PSI).                                          
         Tahun 1957-1958: Turut mendirikan Dewan Garuda sekaligus menjadi penasihat Ketua Dewan Garuda.
         Tahun 1960: Bersama Dr. A.K. Gani, Kolonel Abundjani dan Haji Cikwan, H. Achmad Tohir, M Arsyad, M Aminudin Pane dan Syarif Usman ditunjuk oleh  Ali Sostroamijoyo sebagai pimpinan Gabungan Eksportir Karet Indonesia.
         17 Oktober 1966: Di tetapkan sebagai  Anggota Dewan Kehormatan Korps Sriwijaya.
         Tahun 1967: Bersama Kolonel Barlian ditunjuk sebagai anggota MPRS dari Utusan Daerah Sumatra Selatan. (Penunjukan ini ditolaknya karena beredar isu/fitnah ia federalis)
          Tahun 1968: Menjadi penasihat bidang Politik/Ekonomi Gubernur Sumatra Selatan.
         17 Oktober 1970: Meninggal dunia di RS Hasan Sadikin, Bandung. Di makamkan keesokan harinya di TPU Blok P, Jakarta Selatan,  kemudian dipindahkan ke TPU Jeruk Purut satu liang dengan Ibunda.
         September 1972:  Berdasarkan kesaksian mantan Kepala Staf Angkatan Perang Letnan Jenderal TNI AD (Purn) T.B. Simatupang dan mantan Panglima Kodam Sriwijaya Kolonel TNI (Purn) Barlian. Dilegalisir dan disponsori Komandan Korma Hankam Brigadir Jenderal TNI Herman Sarens Sudiro. Mendapat Surat Keterangan Bekas Tentara (SKBT)
         Desember 1975: Mendapat hak pensiun janda, sebagai Kolonel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar