Selasa, 04 Oktober 2011

Mengikuti Pendidikan Gyugun

 Sewaktu diumumkan bahwa para pemuda akan diikutkan dalam pertahanan dan pertempuran, melalui pendidikan kemiliteran Gyugun (sama dengan Pembela Tanah Air – PETA - di pulau Jawa) di Pagar Alam, sebuah tempat yang indah di kaki gunung Dempo. Bapak bersama ratusan pemuda Sumatra Selatan mendaftarkan diri untuk mengikuti pendidikan militer Gyugun. Mula-mula yang dicari adalah pemuda-pemuda yang agak terpelajar  untuk menghasilkan perwira-perwira muda yang akan di ikut sertakan dalam pertahanan. Selain itu dikumpulkan pemuda-pemuda dusun untuk menjadi Heiho (serdadu pembantu) ditambah lagi untuk menjaga pengawasan serangan dari udara, yaitu yang dinamakan kansiso serta pembantu tentara lainnya. Karir militer bapak dimulai sejak ia masuk Gyugun pada bulan Nopember 1943, bersama   dengan antara lain M Simbolon, Nurdin Panji, Barlian, Harun Sohar, Alamsyah Ratuperwiranegara, Ryacudu, Hasan Kasim, dan ratusan pemuda lainnya, mengikuti pendidikan kemiliteran yang kelak terbukti sangat bermanfaat dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.                  
         Pusat pelatihan Gyugun Sumatra Selatan berada di tiga tempat: Pagar Alam, Karang Dalo, dan Palembang. Ketiganya didirikan oleh Brigade Gabungan (Mixed Brigade) Tentara Angkatan Darat ke-26  yang bermarkas di Lahat, sekitar 220 kilometer dari kota Palembang. Siswa peserta berasal dari lima keresidenan yang terdapat di Sumatra bagian Selatan: Palembang, Jambi, Bengkulu, Lampung dan Kepulauan Bangka-Belitung. Pembukaan pusat pelatihan di Pagar Alam yang berjarak sekitar 260 kilometer dari Palembang hampir bersamaan dengan dengan pembukaan pusat-pusat pelatihan di daerah lain di Sumatra, sekitar bulan Oktober-November 1943.
         Pagar Alam pada masa kolonial Hindia Belanda merupakan kota tempat beristirahat pejabat-pejabat Belanda di Sumatra Selatan. Pada masa pendudukan Jepang, kota kecil di kaki Gunung Dempo itu menjadi salah satu pusat gravitasi mobilisasi militer Jepang. Pusat pelatihan Gyugun untuk Sumatra Selatan dibuka di kota itu. Ribuan orang yang mendaftar dari lima Keresidenan di Sumatra Bagian Selatan, yang lulus seleksi sekitar 300 orang. Satu bulan setelah itu mereka dikirim ke Pagar Alam untuk mengikuti pelatihan. Pusat pelatihan berada di bawah koordinasi “Brigade Gabungan Komando Tentara Angkatan Darat ke-16”.
         Kebanyakan dari 300 orang peserta latihan pernah mengenyam pendidikan sekolah menengah Belanda atau sekolah agama. Sebagian besar dari mereka berlatar keluarga “Pasirah”, bapak sendiri selain berlatar keluarga Pasirah, ia sendiri adalah mantan Pasirah, kelas “bangsawan tradisional” daerah pedalaman Sumatra Bagian Selatan, dan sebagian lagi tokoh-tokoh masyarakat yang pernah memegang jabatan tertentu dalam pemerintahan kolonial, dan sebagian kecil tokoh agama. Di samping itu, ada juga peserta yang berasal dari luar daearah Sumatra Selatan (Simbolon) yang pernah bekerja sebagai guru-guru sekolah atau pegawai pada industri minyak bumi Palembang yang berlokasi di Plaju atau Sungai Gerong. Hanya 272 siswa dari sekitar 3000 peserta latihan yang berhasil merampungkan pendidikan. Pangkat yang disandang mereka cukup beragam. Tercatat 55 orang menyandang pangkat letnan dua dan letnan muda. Selebihnya masuk dalam kelompok Bintara. Mereka kemudian dipecah menjadi 13 Kompi, dan dikirim ke tempat tugas di beberapa daerah Sumatra Selatan.
       Asal usul sosial para perwira lulusan Gyugun di Sumatra adalah dari kelas menengah keatas. Umumnya pernah mengenyam pendidikan terbaik pada masanya. Sebagian besar adalah tamatan sekolah menengah umum zaman Belanda. Bapak sendiri tamatan MULO advl. B di Palembang dan sudah pernah menjabat  sebagai Pasirah, sedangkan M Simbolon dan Hasan Kasim lulusan AMS.
         Perwira Gyugun Pagar Alam ini kemudian menjadi modal dasar ketentaraan di Sumatra pada awal kemerdekaan, sekaligus sebagai pionir pendiri Kodam Sriwijaya.  Dua orang alumni Gyugun Pagar Alam, mencapai jabatan puncak tertinggi di Tentara Nasional Indonesia – Angkatan Darat (TNI-AD),   sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yaitu Jenderal Bambang Utoyo dan Jenderal Makmun Murod. Alamsyah Ratu Perwira Negara, Ryacudu, Harun Sohar, Barlian,  memberi sumbangsih yang tidak kecil pada sejarah TNI AD.
         Bapak sendiri sebagai alumni  Gyugun, di awal revolusi 1945 menjadi Kepala Staf Komandemen Sumatra dan Panglima Divisi VIII Garuda. Panglima Komandemen Sumatra Jenderal Mayor Soehardjo bukan alumni Gyugun. Ia mantan prajurit Mangkunegaran yang menjadi polisi di Lampung pada masa penjajahan Belanda. Karena yang menjadi Panglima Divisi di Sumatra pada umumnya adalah tamatan Gyugun, maka sebagai sesama alumni Gyugun hubungan emosional terjalin antara bapak dengan para Panglima Divisi di Sumatra. Karenanya, peran bapak dalam pembentukan tentara di Sumatra cukup signifikan, seperti di tulis oleh Letnan Jenderal TNI (purn) Achmat Tahir.
         Pada 5 Oktober 1945, Mayor Purnawirawan KNIL Oerip Soemohardjo menerima tugas penting prihal pembentukan TKR. Oerip Soemohardjo di tetapkan sebagai Kepala Staf Umum dengan pangkat Letnan Jenderal, ia ditugasi Presiden Soekarno untuk menyusun organisasi Tentara Keamanan Rakyat  dan membentuk Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat (MTTKR) berkedudukan di Yogyakarta. Ditetapkan juga mantan Syodancho Soeprijadi sebagai Peminpin Tertinggi TKR. Soeprijadi dikenal sebagai pemimpin pemberontakan PETA di Blitar terhadap Jepang pada bulan Februari 1945. Pengangkatan Soeprijadi lebih banyak didasari efek psikologis, karena ia terkenal sebagai seorang yang berani dan namanya benar-benar harum terutama di kalangan para mantan anggota PETA, selain itu, Soeprijadi bukan golongan yang dikatakan sebagai “koloborator”.
         Ada kabar  bahwa ia telah di hukum mati oleh militer Jepang, dan ada yang mengatakan ia berhasil lolos dari kepungan Jepang, kemudian masuk hutan. Karena tidak ada yang mengetahui betul kisahnya, maka Soeprijadi merupakan teka-teki yang penuh mesteri. Maka pengangkatan itu hanya bersifat simbolis, karena sejak pemberontakan PETA di Blitar pada Februari 1945 hingga pengangkatannya sebagai Panglima TKR, Soeprijadi tidak pernah muncul. Soeprijadi  menjadi simbol kepahlawanan bangsa Indonesia melawan penjajahan Jepang. Perjuangan Soeprijadi merupakan gambaran semangat PETA yang memang diterapkan untuk suatu taktik dan strategi jangka panjang guna melawan penjajahan. Sedang Pak Oerip Soemohardjo disimbolkan sebagai seorang eks-KNIL yang setia terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi setiap usaha penjajahan, serta memiliki pengetahuan kemiliteran yang mumpuni.
         Para pemuda tergugah  masuk menjadi BKR (Badan Keamanan Rakyat) guna membaktikan diri berjuang mempertahankan kemerdekaan dan menentang penjajahan Belanda kembali ke Indonesia. Sesuai dengan namanya, fungsi utama BKR masih tetap untuk memulihkan keamanan dalam mempertahankan kemerdekaan. Ribuan pemuda mendaftarkan diri menjadi anggota  sebagai penegak kemerdekaan dengan semboyan: “Sekali merdeka tetap merdeka”! Perjuangan rakyat Indonesia makin meningkat dengan semakin berkobarnya perlawanan bersenjata terhadap Sekutu/Belanda. Para pemuda eks PETA, Mahasiswa, Pelajar, eks Heiho dan KNIL, mendaftarkan diri atau sesungguhnya lebih tepat menganggap dirinya menjadi BKR, otomatis anggota TKR, tampa melihat pangkat ataupun gaji. Pada waktu itu TKR yang dibentuk sebagai tentara regular Republik dan layak bagi setiap kedaulatan pemerintah yang harus memiliki tentara. Disamping itu terdapat juga puluhan macam Laskar-laskar perjuangan bersenjata. (1)
         Gemuruh semangat para pemuda untuk berjuang mempertahankan proklamasi menyebar ke pelosok Nusantara hingga pembentukkan BKR di daerah tidak kalah semangatnya dengan apa  yang dilakukan oleh para  pemuda di pulau Jawa. 
         Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Gyugun di Pagar Alam pun sudah merencanakan pemberontakan terhadap Pemerintahan Bala Tentara Jepang. Dimana sebelumnya, pasukan PETA dibawah pimpinan Soepriadi telah melakukan pemberontakan di Blitar. Bulan Mei 1945, Muhammad Nuh menemui Dr. A.K. Gani di Lahat untuk menyampaikan rencana pemberontakan tersebut, bertepatan dengan rapat raksasa oleh Tju Sangi’in yang diketuai oleh Bapak Syafei Kayu Tanam. A.K. Gani mencegah rencana pemberontakan itu karena akan memakan banyak korban, dan rencana pemberontakan di batalkan. Menurut Gani, dia sudah mendapat info dari intel Sekutu yang di drop di Jambi bahwa Jepang  tidak lama lagi akan dapat dikalahkan karena ada senjata baru (Bom Atom).
         Sebetulnya rencana pemberontakan opsir Gyugun di Pagar Alam sudah dipersiapkan dengan matang oleh Muhammad Nuh, Simbolon dan Harun Sohar. Beberapa kali terjadi insiden karena anak buah yang  di bakar semangatnya itu sudah berani melawan tentara Jepang. Kalau dimarahi mereka melawan, dan jika dipukul mereka membalas mukul kembali. Robani misalnya, sampai empat lima kali berkelahi dengan seorang Sersan tentara Jepang dari pasukannya sendiri. Setiap kali bertemu dengan Sersan itu oleh  Robani Sersan Jepang itu di pukul, dan bagi Sersan itu sebagai orang Jepang di zaman itu tentu saja tidak bisa menerima di pukul oleh seorang Indonesia. Komandan Robani (orang Jepang) tidak sanggup membereskan kejadian-kejadian itu. Melalui taitjo nya meminta bantuan bapak  untuk menyelesaikan. Bapak memperingati Robani, bahwa ia akan merusak semua persiapan jika tidak dapat menahan diri. (2)   
         Rencana pemberontakan Gyugun Sumatra Bagian Selatan seperti yang dilakukan oleh pasukan PETA dibawah pimpinan Soeprijadi di Blitar, atas saran A.K. Gani dibatalkan, tapi nampaknya  sudah tercium oleh Jepang. Akibatnya bapak beberapa kali di panggil Kempetai di Lahat, mengklarifikasi kecurigaan pemberontakan tersebut. (3)


Daftar nama-nama Perwira Gyugun Sumatra Selatan, sebagai pendiri Kodam IV  Sriwijaya:

1.    Muhammad Nuh
2.    Bambang Utoyo
3.    Hasam Kasim
4.    Makmun Murod
5.    Brori Mansyur
6.    M. Robani
7.    Animan Achyat
8.    Sai Husin
9.    Surbie Bustam
10.                        Sulaiman Amiin
11.                        M. Junus
12.                        Makmun Martadinata
13.                        M. Noerdin
14.                        Muhizar
15.                        Abdulah Sani
16.                        Hi. Hasan
17.                        Anwar Harun
18.                        Rusdi
19.                        Bahmada Rustam
20.                        Idham Danal
21.                        Ruslan
22.                        Raden Abdullah
23.                        Harun Sohar
24.                        Zen Rani
25.                        Syahrial Abidin
26.                        M. Noer
27.                        M. Soekardi Hamdani
28.                        Iwan Supardi
29.                        R.M. Riyacudu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar