Selasa, 04 Oktober 2011

Mengurus pensiun Kolonel TNI

Dua tahun setelah bapak meninggal dunia, ibunda yang  menanggung biaya sekolah 6 anak mulai terasa berat dengan hanya mengandalkan pensiunan DPR RI. Suami ayunda Atun, Kakanda Akib Renatin (Mayor Jenderal TNI AD - Purn) yang pada waktu berpangkat Mayor TNI AD, berusaha meringankan beban ibunda dengan  mengurus hak pensiun ayahanda sebagai Kolonel TNI. 
         Pada waktu pengurusan hak pensiun bapak sebagai Kolenel TNI, kakanda Akib Renatin  banyak mengalami kendala karena data administrasi bapak sebagai Kolonel TNI hampir tidak dimiliki keluarga. Sampai-sampai foto bapak dalam pakaian dinas TNI AD, saat diminta oleh Induk Administrasi Angkatan Darat tidak bisa dipenuhi karena tidak dimiliki oleh keluarga. Karenanya harus dibuatkan SURAT KETERANGAN SEBAGAI PENGGANTI SURAT RESMI YANG HILANG, disebut BENTUK PERS XXXI BEKAS TENTARA.  Untuk itu diperlukan 2 (dua) orang saksi yang mengetahui dan berani bersumpah bahwa bapak sejatinya benar-benar pernah sebagai Kolonel TNI, dan kesaksian tersebut dilegalisir oleh Komandan Markas Kesatuan. Yang bersaksi untuk bapak sebagai Kolonel TNI adalah:

1. Nama    : Tahi Bonar Simatupang
    Pangkat         : Letnan Jenderal TNI (Purn)
    Jabatan         : Mantan Kepala Staf Angkatan Perang Republik
                       Indonesia

2. Nama    : Barlian
    Pangkat         : Kolonel
    Jabatan         : Mantan Panglima Kodam IV Sriwijaya

         Kedua orang tersebut menerangkan dan berani angkat sumpah bahwa bapak adalah teman dalam perjuangan dan pernah menjadi pejuang TNI dengan pangkat kolonel, mulai dari Agustus 1945 hingga 31 Desember 1949. Kesaksian kedua orang tersebut dilegalisir oleh Markas TNI, dalam hal ini oleh Komandan Markas Korps Pertahanan Keamanan (Dankorma Hankam) Brigadir Jenderal Herman Sarens Sudiro. Tentunya atas nama keluarga saya tuturkan terimakasih pada ketiga orang tersebut. Selanjutnya Brigjen Herman S Sudiro mempertegas dengan membuat Surat Penguat atau Sponsor Ship, untuk permohonan Surat Keterangan Bekas Tentara, bahwa bapak adalah Tentara Pejuang Kemerdekaan dengan pangkat Kolonel, dan bila keterangannya ini tidak benar, ia bersedia bertanggung jawab dan dituntut di pengadilan. Terima Kasih Pak Herman.         
         Berdasarkan surat keterangan dan surat sponsor ship, Departemen Pertahanan Keamanan, Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, menerbitkan Surat Keterangan Bekas Tentara (SKBT) no 1667/3/XI/ SKBT/INMINAD/1972 tanggal 11 Nopember 1972, yang isinya antara lain menyatakan bahwa; Muhammad Nuh pernah menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan 31 Desember 1949, dengan pangkat Kolonel, sebagai PABAN Komandemen Sumatra, berkedudukan di Bukit Tinggi, Sumatra Barat. SKBT ini ditanda tangani atas nama Kepala Staf Angkatan Darat oleh Komandan Jenderal Induk Administrasi Brigadir Jenderal Rohana Wangsadiharja.
         Walaupun kesaksian bahwa bapak adalah bekas Kolonel TNI dibuat oleh mantan Kepala Staf Angkatan Perang Letnan Jenderal Tahi Bonar Simatupang dan mantan Panglima Kodam II Sriwijaya Kolonel Barlian, ditambah Sponsor Ship oleh Komandan Korps Markas Pertahanan Keamanan Brigadir Jenderal Herman Sarens Sudiro, tetap saja proses pengurusan pensiun bapak masih menemui banyak kendala.
          Baru pada 2 Desember 1975, tiga  tahun setelah SKBT dikeluarkan, hak pensiun ibu sebagai janda Kolonel Muhammad Nuh dapat diterima. Ini pun setelah Kepala Staf Angkatan Darat pada waktu itu, Jenderal Makmun Murod turut memberikan keterangan  bahwa Kolonel Muhammad Nuh pernah menjabat sebagai Kepala Staf Komandemen Sumatra  berkedudukan di Bukit Tinggi, di tambah usaha keras dari kakanda Akib Renatin tentunya.

Hak pensiun sebagai Kolonel TNI sangat membantu keuangan keluarga sampai saat Jenderal Beny Murdani diangkat sebagai Panglima ABRI pada 1983 menggantikan Jenderal M Yusuf. Atas perintah  Jenderal Beny Murdani, semua penerima pensiun tentara dihentikan sementara untuk diperiksa ulang keabsahan surat-surat berkenaan dengan dikeluarkannya hak pensiun pada mantan tentara.                                                                                                               
         Kebijakan Jenderal Beny berimbas juga pada hak pensiun yang diterima oleh ibunda. Empat bulan berlalu hak pensiun ibunda masih belum ada keputusan, apakah akan dihentikan atau dibayarkan kembali. Saya yang lebih dari 5 kali mendampingi ibunda mendatangi Kantor Bendahara Negara di Lapangan Banteng, selalu mendapat jawaban bahwa surat-surat pensiunan ayahanda masih dalam penelitian. Di tempat itu saya jumpai seorang tua yang berduka hingga menangis. Ternyata hak pensiunnya dihentikan. Diantara mereka yang terlihat sangat sedih itu, beberapa orang adalah  penyandang cacat, yang memakai atribut seragam Veteran.                                         
        Masuk bulan ke lima masih belum ada keputusan atas hak pensiun Janda Kolonel TNI yang sepatutnya diterima ibu. Akhirnya, saya minta ijin pada ibu untuk menghadap pimpinan Kantor Bendahara Negara untuk minta kepastian tentang pensiun bapak. Sebelumnya  saya katakan  pada ibu  untuk ridho jika mereka memutuskan  menghentikan hak pensiun ibu sebagai janda Kolenel M Nuh. Karena sudah terlalu berlarut dan lelah mundar-mandir ke Kantor Kas Negara di lapangan Banteng, ibu menyetujui usul saya.
         Esok harinya, dengan membawa data tentang bapak yang mungkin diperlukan,  saya dan ibu kembali datang ke kantor Kas Negara. Saya jelaskan kepada petugas di loket untuk bisa bertemu dengan pimpinan berkenaan keputusan atas hak pensiun Ibu yang proses klarifikasinya   sudah terlalu lama (5 bulan).
         Petugas itu masuk ke dalam menemui pimpinanannya, dan kami diijinkan untuk menemui pimpinannya. Pada pimpinan Kantor Kas Negara saya jelaskan tentang ketidakpastian putusan hak pensiun Ibu yang sudah memakan waktu 5 bulan. Ternyata berkas pensiun bapak belum sampai ke mejanya. Lalu ia memanggil anak buahnya untuk membawa berkas yang dimaksud ke mejanya.                                                                                       
         Pimpinan itu menanyakan pada anak buahnya, apa kendala hingga sudah sekian lama tidak ada keputusan atas hak pensiun Ibu. Si anak buah menjelaskan bahwa Skep pensiun ayahanda no: C996/1931 M/IX/1975 menyebutkan  bahwa Muhammad Nuh, pangkat Kolonel, kesatuan Paban Komandemen Sumatra Barat, berkedudukan di Bukit Tinggi. Ia menjelaskan lebih lanjut bahwa menurut data yang ada pada mereka; “Pada periode itu, pangkat tertinggi di Sumatra Barat adalah Dahlan Jambek, itupun Letnan  Kolonel”. Dia sedang membongkar data lain untuk mengetahui pasti tentang bapak.
         Sebelumnya saya sudah mempersiapkan data tentang ayahanda, lalu saya tunjukkan kepada si pimpinan;
1.    Saksi dalam SKBT yakni Jenderal T.B.Simatupang yang mengatakan Kolonel M Nuh adalah “Teman dalam perjuangan”, pada periode  Agustus 1945 sampai dengan 31 Desember 1949. Pada waktu itu pak Simatupang masih hidup, hingga sangat mudah jika ingin dimintakan klarifikasi kepada beliau.    Sedang Kolonel Barlian yang juga menjadi salah satu saksi, meninggal dunia karena kecelakaan pesawat terbang di Palembang.
2.    Buku “Sekitar Perang Kemerdekaan” jilid I halaman 380 – tulisan Jenderal A.H. Nasution – penerbit Angkasa Bandung - dijelaskan disitu bahwa: Dalam Konperensi Besar TKR yang pertama di Jogyakarta pada 12 Nopember 1945, Kolonel Muhammad Nuh hadir mewakili 6 divisi di Sumatra dan memberikan 6 suara itu untuk Pak Dirman, hingga beliau terpilih menjadi Panglima Besar.
3.  Buku “REPUBLIK INDONESIA – jilid Sumatra Barat – hal  
     567-     568 – terbitan Deppen Pusat -  dituliskan sebagai
      berikut; Pada   Nopember 1945 disusan Markas Komandemen
      Sumatra yang  berkedudukan di Bukit Tinggi. Panglima Tinggi
      Kepala Komandemen Tentara R.I Sumatra Djendral Major R.
      Suhardjo   Hardjo Wardojo. Kepala Markas Komandemen
      Kolonel Klas I Moehammad Noeh.
1.     Buku “Sekitar Perang Kemerdekaan” jilid II halaman 227 – tulisan Jenderal A.H. Nasution – penerbit Angkasa Bandung – tahun 1977 – dituliskan; Dibentuk Markas Besar Umum TKR Sumatra dan menyerahkan pimpinan itu kepada Suharjo Harjowardoyo dengan usulan pangkat Jenderal Mayor. Sebagai Kepala Staf MBU diangkat Mohamad Nuh dengan pangkat Kolonel.
2.    Buku “Kenangan TIGA PULUH TAHUN Komando Daerah Militer IV Sriwijaya – oleh Sejarah Militer Daerah IV Sriwijaya – halaman 27 tertulis; Pada 27 Desember 1945 Kooedinator membentuk Komandemen Sumatra dan sebagai Panglimanya adalah Mayor Jenderal Suharjo Harjowardoyo, dan Kepala Stafnya Kolonel Muhammad Nuh.
3.    Buku “Peranan TNI Anngkatan Darat dalam Perang Kemerdekaan” – disusun oleh Pusat Sejarah Militer Angkatan Darat – Bandung PUSSEMAD – 1965 -  hal 80 – tertulis; Mengingat efesiensi, maka saudara Raden Soehardjo Hardjowardojo ditunjuklah sebagai Panglima Sumatra dengan pangkat Djenderal Mayor, Muhammad Nuh diangkat menjadi Kepala Staf dengan pangkat Kolonel.

         Setelah pimpinan itu membaca data tentang Kolonel Muhammad Nuh yang ditulis oleh Jenderal A.H. Nasution, juga tulisan dari Pusat Sejarah Militer Angkatan Darat, saya katakan padanya; “Jika peran bapak saya tidak diakui sebagai Kolonel yang membuat sejarah terbentuk Tentara di Sumatra, tidak ada masalah dan kami siap jika hak pensiun itu di hentikan. Tapi, setidaknya bapak saya telah membuat benang merah dalam sejarah Tentara Nasional Indonesia dengan memberikan 6 suara yang menentukan Pak Dirman terpilih menjadi Panglima Besar. Sejarah revolusi Indonesia akan lain jika bukan Pak Dirman yang menjadi Panglima Besar.”                                                                                                    
         Si pimpinan nampaknya cukup terkesima dengan ucapan saya, lalu ia menjawab; “Sudah…..sudah cukup, dengan Pak Sim yang mantan KSAP menjadi saksi untuk kami sudah tak terbantahkan. Baru kali ini saya menemukan surat keterangan Pak Sim bersaksi untuk urusan SKBT. Mungkin ini satu-satunya. Saya minta ijin mencopy data dari buku-buku itu”. Lalu ia memerintahkan kepada anak buahnya yang sedari tadi tidak keluar ruangan untuk membuat surat keputusan tentang hak pensiun Ibu dibayarkan pada hari itu juga berikut rapel selama 5 bulan.  


1 komentar: